Ahmad Rifa'i Bungko
Selasa, 11 Juni 2013
Minggu, 09 Juni 2013
sunan shaghir lil baihaqi
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Hadits-hadits Nabi Muhammad saw yang
terkumpuldalam bentuk sunan banyak ragamnya seperti yang terkenal di
masyarakat adalah sunan karya Abu Dawud, at-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibn
Majah dan al-Darimi. Namun dalam sejarahnya, kitab sunan bukan hanya
lima kitab tersebut, karena
bentuk-bentuk kitab itu merupakan salah satu trend yang pernah berkembang dalam
tradisi penulisan hadits. Diantara kitab sunan yang lain dari lima kitab-kitab tersebut adalah al-Sunan
al-Shaghir karya Imam al-Baihaqi (w. 458 H).
Kitab sunan karya al-Baihaqi ini
berbeda dengan kitab-kitab sunan yang lain karena kitab tersebut ditulis
pada masa abad ke-4 H, yang dalam studi sejarah perkembangan hadits dapat
dikelompokkan dalam ulama mutaakhkhirin. InsyaAllah tulisan ini akan
membahas lebih jauh tentang Al-Sunan al-Shaghir.
2.
Rumusan masalah
Untuk lebih terperinci pembahasannya, penulis perlu
memaparkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Siapakah Imam al-Baihaqi ?
2. Apa saja karya yang ditulis oleh Imam al-Baihaqi ?
3.
Bagaimana setting
sejarah Masa Hidup Imam al-Baihaqi ?
4.
Bagaimana latar belakang kitab al-Sunan al-Shaghir ?
5.
Bagaimana
sistematika penulisan yang dilakukan oleh
Imam al-Baihaqi ?
3.
Tujuan Penulisan
1.
Memperkenalkan ulama besar, imam al-Baihaqi
bahwa ia adalah salah satu dari ulama-ulama hadits.
2.
Mengenal dan mengenang jasa Imam al-Baihaqi
dalam menegakkan agama Islam dengan krya-karyanya.
3.
Mempelajari sosio-historis pada masa hidup
Imam al-Baihaqi hidup
4.
Mengetahui latar belakang penulisan kitab al-Sunan
al-Baihaqi
5.
Memahami sistematika penulisan kitab al-Sunan
al-Baihaqi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam al-Baihaqi
Nama
lenglapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn ‘Abdullah ibn
Musa al-Baihaqi.Ia dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H di desa
Khasraujird, daerah Baihaq, terletak di Naisabur. Naisabur pertama kali
dikuasai umat Islam pada masa Umar ibn al-Khattab dibawah panglima al-Ahnaf ibn
Qais.[1]
Menurut
al-Subkiy, al-Baihaqi adalah pembela madzhab Syafi’i dalam hal ushul dan
furu’nya.Ia belajar fikih dari Nashir al-‘Umari dan belajar ilmu Kalam Madzhab
al-Asy’ari. Ia bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Ia adalah ahli
Hadits yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam
memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik.[2]
Al-Baihaqi
memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masanya. Dan hal itu
terpantul pada karya-karya al-Baihaqi yang mencerminkan penguasaan dan
kecintaannya terhadap sunnah, kecenderungannya pada kebenaran, dan pembelaannya
terhadap madzhab Imam Syafi’i. Imam al-Haramain berkata, “Tidaklah Syafi’i akan
menjadi madzhab, kecuali jika ia memiliki pendukung yang kuat, dan tidak lain
Ahmad bin al-Baihaqi melainkan sebagai pendukung kuat madzhab Syafi’i.[3]
Al-Baihaqi
berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak (al-Jibal) dan ke Hijaz untuk
belajar ilmu kepada para ulama. Diantara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi
antara lain adalah ilmu Hadits, ’ilal al-Hadits,dan Fikih.
Diantara
para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah :
1.
Al-Hakim
al-Naisaburi. Imam ahli Hadits pada masanya. Penyusun kitab al-Mustadrak
‘ala al-Shahihain dan kitab ulum al-Hadits, al-Madkhal ila Ma’rifat
al-Iklil, Manaqib al-Syafi’i dan sebagainya.
2.
Abu
al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-‘Alawi al-Husna al-Naisaburi (w. 401 H)
3.
Abu
‘Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa al-Azadi al-Naisaburi
(303-412 H). Penyusun kitab Thabaqat al-Shufiyyah.
4.
Abu
Sa’ad Abd al-Malik ibn Abi Usman al-Khurkusi al-Naisaburi (w. 407 H)
5.
Abu
Ishaq al-Thusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim (w. 411 H)
6.
Abu
Muhammad Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahani, seorang tokoh tasawwuf dan
ahli Hadits yang tsiqah. Al-Baihaqi banyak meriwayatkan Hadits darinya.[4]
Adapun
para murid Imam al-Baihaqi diantaranya :
1.
Abu
Abdullah al-Farawi, Muhammad ibn Fadhl
2.
Abu
Muhammad Abd al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-khuwari
3.
Abu
Nashr ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Suja’i
4.
Zahir
ibn Thahir ibn Muhammad
5.
Al-Qadhi
Abu Abdullah al-Husain ibn Ali ibn Fathimah al-Baihaqi
6.
Isma’il
ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Sunan al-Shaghir
7.
Abu
al-Hasan Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam al-Baihaqi[5]
B.
Karya-Karya Imam al-Baihaqi
Imam
al-Baihaqi banyak menulis karya-karya dalam bidang Hadits, Fikih, dan ‘Aqaid.
Diantara karya-karya yang paling penting adalah sebagai berikut :
1.
Al-Sunan al-Kubra
Kitab ini merupakan karya al-Baihaqi yang paling penting. Dalam
kitab tersebut, al-Baihaqi mengumpulkan sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi
saw., hadits mauquf al-Shahabi, dan hadits mursal at-Tabi’i.kitab ini disusun
berdasarkan bab-bab yang fikih. Kitab ini telah diringkas (ikhtishar)
oleh tiga orang yaitu, Ibrahim ibn Ali (w. 744
H) dalam lima jilid, adz-Dzahabi (w. 748H) dan Abd al-Wahhab ibn Ahmad
asy-Sya’rani (w. 974).
Alauddin Ali ibn Usman yang dikenal dengan Ibn al-Tarkimani (w. 750
H), melakukan pembahasan, analisis dan kritik terhadap kitab al-Sunan al-Kubra
yang ia tuangkan dalam kitabnya yang berjudul “al-Jauhar al-Naqi fi al-Radd
‘ala al-Baihaqi” dan dicetak bersamaan sebagai hasyiyah dari kitab al-Sunan
al-Kubra.
2.
Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar
3.
Al-Mabsuth,berisi
perkataan dan teks-teks imam Al-Syafi’i
4.
Al-Asma’ wa al-Shifat
5.
Al-I’tiqad
6.
Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah
7.
Syu’ab al-Iman
8.
Manaqib al-Syafi’i
9.
Al-Da’wat al-Kabir,
memuat do’a-do’a yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw.
10.
Al-Zuhud al-Kabir
11.
Itsbat ‘Adzab al-Qabr wa sual al-Malakain
12.
Takhrij Ahadits al-Umm,
kitab ini mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm, karya
Imam Syafi’i.
Imam al-Baihaqi meninggal dunia di Naisabur pada tanggal 10 Jumadi
al-Ula tahun 458 H/ 1066 M dan dikuburkan di Baihaq[6].Menurut
Imam al-Dzahabi, dalam kitab al-‘Ubur mengatakan, “Imam al-Baihaqi
meninggal pada usia 74 tahun”.[7]
C.
Setting Sejarah Masa Hidup Imam al-Baihaqi
Imam
al-Baihaqi didaerah wilayah Naisabur, diwilayah Khurasan (Afganistan), pada
masa disintegrasi daulah Abbasiyyah. Ketika itu kaum muslim terpecah belah
berdasarkan politik, fikih dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lainnya berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga
mempermudah musuh dari luar yakni, bangsa Ramawi, untuk mencerai-berekan
mereka.Dalam kekrisisan ini Imam Al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang komitmen
terhadap ajaran agama.Ia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan
ajaran ajaran Islam dalam perilaku keseharian.[8]
Pada
masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah
(999-1040 M).dinasti ini mempunyai peranan penting dalam melakukan islamisasi
pada anak benua India (Afganistan, India dan Pakistan) serta Transaxonia.
Daulah Ghoznawiyah dibangun oleh Sebuktigin (366-387 H/ 976-997 M) yang
berpusat di daerah Ghazna disebelah selatan kota Kabul, Afganistan. Dari semula
sebagai penguasa kota Ghazna saja, Sebuktigin kemudian memperluas wilayahnya ke
Peshawar dan Punjab setelah mengalahkan konfederasi tiga raja Hindu.[9]
Era
disintegrasi (kekacauan) daulah Abbasiyah menampakkan dua kecenderungan yang
dominan.Pertama, merupakan kecenderungan abbasiyah yang mengarah pada
dua percabangan cosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. ketika seni dan
arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa
merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elit pemerintah. Perhatian elit
istana juga meluas sampai pada sejumlah kajian keagamaan Islam.beberapa cabang
aliran seperti sejarah, kajian politik, filsafat dan teologi dikembangkan di
lingkungan istana maupun di lingkungan perkotaan.
Kecenderungan
kedua, mengarah pada keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin
lemah, Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez dan Cordoba
menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam dengan menggantikan kedudukan
kultur cosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka
masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang berkenaan dengan
motif-motif Islam dan warisan lokal.[10]
D.
Latar Belakang Kitab al-Sunan
al-Shaghir
Kitab
al-sunan al-Shaghir atau al-Sunan al-Shughra, al-Mukhtashar fi al-Furu’, riwayat Abi al-Qasim
Zahir ibn Thahir al-Syahami[11]ini oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang telah benar
aqidahnya.Dalam muqaddimah kitabnya, al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya
tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus dilalui oleh mereka yang telah
lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, mu’amalah, munakahat, hudud,
siyar, hukumat. Kitab ini juga dimaksudkan oleh al-Baihaqi sebagai bayan
secara ringkas terhadap madzhab ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam
mengamalkan syari’ah.
Al-Sunan al-Shaghir bukanlah
ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada didalam
kitab al-Sunan al-Shaghir terdapat didalam kitab al-Sunan al-Kubra, begitu juga
sebaliknya,
Al-Sunan
al-Kubra disusun oleh Imam al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Imam Syafi’i
dan memperkokoh pendapatnya dengan mengemukakan hadits dan syawahid yang banyak
jumlahnya dan memenuhi isi kitab al-Kubra.Sedangkan sunan al-Shaghir disusun
untuk memenuhi kebutuhan untuk orang yang mencari ilmu dan sebagai tuntunan
dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya.
Al-Sunan
al-Shaghir memuat hadits-hadits Nabi Saw yang lengkap sanadnya, yaitu dari
mulai gurunya al-Baihaqi terus bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Tetapi
seringkali al-Baihaqi juga menukilkn hadits secara mu’allaq, yaitu hanya
mengemukakan rawi tingkat sahabat saja lalu diikuti dengan matannya.Didalamnya
juga terdapat hadits mursal al-Shahabi dan al-Mauquf al-Tabi’i, terkadang juga pembahasan awalnya diawali
dengan menyertakan ayat al-Qur’an, bahkan
terdapat juga perkataan ulama, seperti Imam al-Syafi’i,
yang ditulis didalamnya.Sehingga karenanya kitab ini tidak murni merupakan
kitab hadits, tetapi merupakan perpaduan antara kitab fikih dengn kitab
hadits.Dikatakan kitab fikih karena bahasannya berdasarkan pada bab-bab fikih
yang juga menyertakan pendapat para sahabat, tabi’in, dan para ulama lainnya.
Dan dikatakan sebagai kitab hadits, karena memang dalam halaman-halaman
pembahasannya lebih dominan memuat hadits yang disertakan dengan sanad dari
al-Baihaqi dibandingkan pendapat-pendapat yang lain.
Rangkaian sanad yang terdapat dalam al-Sunan
al-Shaghir berkisar antara 7 rawi sampai 9 rawi.Beberapa hadits yang terdapat
dalam kitab al-Sunan al-Shaghir terkadang dijelaskan kualitasnya oleh Imam
al-Baihaqi, namun banyak yang tidak diberi penjelasan.Dengan demikian
hadits-hadits yang belum dijelaskan kualitasnya oleh al-Baihaqi harus diteliti
lagi kualitasnya.
Dalam
edisi cetakan Dar al-Fikr, Beirut tahun 1414 H, kitab ini dicetak dalam dua
jilid. Jilid pertama meliputi biografi imam al-Baihaqi yang ditulis oleh muhaqqiq
kitab: Abdullah Umar al-Hasanain, dan 10 kitab pertama, mulai dari muqaddimah
sampai al-Faraid. Sedangkan jilid kedua diawali dari kitab al-Nikah dan
diakhiri dengan kitab al-Makatib.Oleh Abdullah Umar al-Hasanain, setiap
item tidak membedakan baik itu hadits ataupun non hadits diberi nomer
urut.Penomerannya dimulai dari no.1 s.d. 4887.Hadits dan non hadits yang
terdapat dalam kitab tersebut disistemasi sesuai dengan bab-bab fikih dan
dibagi menjadi 28 kitab.[12]
Tetapi,
ada perbedaan sedikit dengan kitab al-Sunan al-Shaghir yang ditahqiq oleh, Abd
al-Salam Abd al-Syafi dan ditakhrij oleh Ahmad Qibbani, (cetakan Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah; tahun cet.pertama thn. 1412 H-1992 M),
(kitab yang sedang penulis bahas) ini. Yaitu, dalam cetakan tersebut dituliskan
juz-juznya, sedangkan pada cetakan Beirut: Daral-Fikr tidak ada. Cetakan
jilid pertama terdapat 10 Juz, dan jilid kedua terdapat 8 juz, yang terdiri dari 28
kitab, 692 bab, didalamnya terdapat 2005 hadits yang mempunyai sanad lengkap
dan al-aqwal (pendapat-pendapat dari para Ulama) juga beberapa hadits-hadits
yang tidak lengkap sanadnya. Sehingga bila diagabungkan semuanya menjadi 4883
campuran hadits dan non hadits.[13]Penomeran
hadits atu non haditsnya dimulai dari no.1 s/d 4883,. Sistematikanya bisa
dilihat pada tabel berikut ini:
NO
|
JUZ KE/JUMLAH
JUZ
|
NAMA KITAB
|
JML BAB
|
NO. HADITS/ NON HADITS
|
|
|
Muqaddimah
|
|
|
|
I
|
Muqaddimah
mushannif
|
3
|
1-18
|
1
|
I
|
Al-Thaharah
|
22
|
19-224
|
2
|
II,
III, IV
|
Al-Shalat
|
29,
51, 38=118
|
225-956
|
3
|
IV,
V
|
Fadhail
al-Qur’an
|
9,
4=13
|
957-1030
|
4
|
V
|
Janaiz
|
16
|
1031-1187
|
5
|
V,
VI
|
Zakat
|
11,
6=17
|
1188-1318
|
6
|
VI
|
Al-Shiyam
|
36
|
1319-1481
|
7
|
VII,
VIII
|
Al-Manasik
|
49,
8=57
|
1482-1910
|
8
|
VIII,
IX
|
Al-Buyu’
|
45,
34=79
|
1911-2371
|
9
|
IX,
X
|
Al-Faraid
|
14,
12=26
|
2372-2446
|
10
|
X, XI
|
Al-Nikah
|
36, 19=55
|
2447-2756
|
11
|
XI
|
Al-Khulu’
wa al-Thalaq
|
18
|
2757-2876
|
12
|
XI, XII
|
Al-Ila’
|
18, 8=26
|
2877-3055
|
13
|
XII
|
Al-Nafaqat
|
9
|
3056-3111
|
14
|
XII
|
Al-Jirah
|
15
|
3112-3208
|
15
|
XII, XIII
|
Al-Diyat
|
5, 8=13
|
3209-3379
|
16
|
XIII
|
Qital
Ahl al-Baghy
|
4
|
3380-3406
|
17
|
XIII
|
Al-Murtad
|
4
|
3407-3433
|
18
|
XIII, XIV
|
Al-Hudud
|
12, 7=19
|
3434-3619
|
19
|
XIV
|
Al-Asyribah
|
16
|
3620-3758
|
20
|
XIV, XV
|
Al-Siyar
|
9, 19=28
|
3759-4046
|
21
|
XV
|
Al-Jizyah
|
10
|
4047-4145
|
22
|
XVI
|
Al-Shaid
wa al-Dzabaih
|
26
|
4146-4353
|
23
|
XVI, XVII
|
Al-Aiman
wa al-Nudzur
|
13, 6=19
|
4354-4477
|
24
|
XVII
|
Adab
al-Qadhi
|
10
|
4478-4537
|
25
|
XVII
|
Al-Syahadat
|
11
|
4538-4713
|
26
|
XVIII
|
Al-Da’awa
wa al-Bayyinat
|
5
|
4714-4756
|
27
|
XVIII
|
Al-‘Itq
|
8
|
4757-4820
|
28
|
XVIII
|
Al-Makatib
|
9
|
4821-4883
|
BAB III
KESIMPULAN
Al-Baihaqi adalah seorang tokoh ahli
hadits yang hidup pada masa kekacauan politik, yaitu ketika kekuasaan dan pusat
peradaban Islam tidak lagi di kota Baghdad, melainkan sudah
terdesentralisasikan kepada beberapa kota.
Kitab al-Sunan al-Shaghir ditulis
oleh al-Baihaqi dengan maksud sebagai bayan singkat atas madzhab ahl Sunnah
wa al-Jama’ah dalam menerapkan dan mengamalkan syari’ah. Kitab ini
merupakan perpaduan antara kitab fikih dengan kitab hadits.
Hadits-hadits dalam kitab al-Sunan
al-Baihaqi ini, sebagian dijelaskan kualitasnya. Hadits yang ia jelaskan
kualitasnya, sebagian shahih sebagiannya lagi dha’if. Adapun bagian terbesar,
hadits-haditsnya tidak jelaskan kualitasnya, sehingga untuk mengetahui
kualitasnya perlu diteliti ulang.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Sunan
al-Shaghir, Imam Baihaqi(Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah cet. pertama, thn. 1412H-1992 M)
al-Sunan al-Kubra, Imam al-Baihaqi (Beirut: Dar-alFikr thn.
1425-1426 H-2005 M)
Agung
Danarta,Kitab al-Sunan al-Shaghir , dalam buku STUDI KITAB HADITS yang
ditulis oleh Dosen-dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali
Jaga, Yogyakarta,
Sou’yb, Joesouf, Sejarah Daulat Abbasiyah, jilid II
(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), 241
[1]
Agung Danarta,Kitab al-Sunan al-Shaghir , dalam buku STUDI KITAB HADITS
yang ditulis oleh Dosen-dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali
Jaga, Yogyakarta,
[2]Ibid
[3]As-Sunan
ash-Shaghir, Al-Sunan al-Shaghir
(Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah ). jilid I
[4]Op.
cit, hal. 197-198
[5]Ibid
[6]Ibid,
hal. 201-202
[7]Op.
cit, hal. 9
[8]Http://www.google.com/search?q=imam+baihaqi&client=ms-opera-mini&channel=new&hl=en&ie=UTF-8&tbm=. Diunduh 1:25 pm. 18 April 2013
[9]
Joesouf Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah, jilid II (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), 241
[10]
Agung Danarta,Kitab al-Sunan al-Shaghir , dalam buku STUDI KITAB HADITS
yang ditulis oleh Dosen-dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali
Jaga, Yogyakarta. Hal. 207
[11] Dinukil dari muqaddimah al-Sunan
al-Kubra, juz I hal. 107
[12]Ibid,
hal. 209
[13] Keterangan ini penulis nukil dari
muhaqqiq kitab al-sunan al-shaghir, jil. 1 hal. 10 cet. Beirut: Dar
al-kutub al-‘Ilmiyyah
Langganan:
Postingan (Atom)